Senin, 16 Juli 2012

Tenaga Kerja Lulusan SMK Dilematis


Penempatan tenaga kerja bagi siswa tamatan Sekolah Menengah Kejuruan ternyata menemui kendala. Khususnya bagi lulusan berumur dibawah 18 tahun, yang ternyata sangat dilematis. 

Disatu sisi pihak sekolah berharap lulusannya bisa terserap ke dunia usaha atau dunia industri sebanyak mungkin. Namun disisi lain bagi lulusan yang umurnya masih dibawah 18 tahun, bila bekerja berarti melanggar UU 23/ 23 tentang perlindungan anak.

Hal tersebut mengemuka dalam acara sarasehan tindak lanjut pencanangan Purworejo sebagai kabupaten vokasi, serta permasalahan yang muncul dan solusinya. Sarasehan diselenggarakan di ruang rapat Arahiwang Setda beberapa waktu lalu, dibuka Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo Drs Bambang Ariyawan MM. Acara terselenggara kerja sama antara Disnakertransos, Dinas P dan K, Badan KB dan PP, serta forum bursa kerja khusus (BKK). Hadir sebagai nara sumber Iptu Supriyadi dari Binmas Polres Purworejo, Drs Titik Mintarsih MM dari Bidang Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan pada BKB-PP, serta Drs Sumharjono SSos MM Kepala Disnakertransos.

Dikemukakan Wahyono SPd, Ketua Forum BKK SMK Se Kabupaten Purworejo bahwa pihaknya memiliki misi agar lulusan SMK bisa terserap ke dunia usaha dan industri sekian prosen. Namun  banyak anak yang lulus SMK namun usianya masih di bawah 18 tahun. “Ini dilematis, karena apabila dilakukan rekrutmen tenaga kerja oleh perusahaan melalui BKK, hal itu berarti BKK melanggar UU pelindungan anak,”keluhnya.

Titik Mintarsih dalam paparannya mengatakan bahwa memperkerjakan anak dibawah umur melanggar UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak, yang ancaman hukumannya sangat berat. Berdasarkan undang-undang tersebut yang dimaksud anak, yaitu usia 0-18 dan anak masih dalam kandungan. Anak manjadi tanggungan negara, dan merupakan aset negara. Ia mencontohkan memperkerjakan pembantu rumah tangga yang masih di bawah umur pun, tidak dipebolehkan.
Difinisi mempekerjakan anak dengan anak yang bekerja, menurutnya, berbeda. 

Memperkerjakan anak, berarti anak disuruh bekerja. Sedangkan anak yang bekerja, berarti atas kemauan  sendiri untuk membantu orang tuanya. Bila hal itu yang terjadi masih bisa ditoleransi, itupun orang tua harus memantau kondisi si anak. Demikian juga jam kejanya maksimal 6 jam per hari. Untuk memberikan perlindungan anak, lembaganya telah mengadakan kesepakatan bersama (Memorandum of Understunding/MoU) dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Disnakertransos.

Ia memberikan solusi terkait permasalahan itu, yaitu lulusan SMK yang usianya masih dibawah 18 tahun jangan dipekerjakan, melainkan dilakukan trining atau magang. Itupun harus dilampiri surat ijin orang tua yang dituangkan dalam kertas bermaterai.
Nara sumber lain Gentong Sumharjono mengemukakan bahwa jumlah pencari kerja yang terdata didinasnya berdasarkan yang mencari kartu kuning (AK-1) sejumlah 4.670 orang. 

Dari jumlah tersebut didominasi lulusan SMK. Berdasarkan usia, pencari kerja, dibawah 18 tahun sebanyak 5%. Penyaluran tenaga kerja melalui tiga kriteria yaitu antar kerja lokal (AKL), antar kerja antara daearh (AKAD), dan atar kerja antara negara (AKAN).
Dalam penempatan tenaga kerja, permasalahan yang muncul antara lain, rendahnya kompetensi dan kualitas SDM. 

Tingkat produktifitas Indonesia menempati ranking 59 dari 61 negara. Banyak lulusan ternyata belum siap terjun kedunia usaha dan industri.  Banyak sekolah yang membuka kompetensi yang sudah jenuh. Padahal ada beberapa perusahaan besar yang bergerak dibidang otomotif, akan merekrut tenaga kerja dalam jumlah besar, dengan syarat telah memiliki sertifikat pelatihan selama 240 jam. Hal itu menjadi pemikiran kedepan, agar para lulusan SMK bisa terserap oleh perusahan tersebut.

Permasalahan lain, saat ada rekrutmen tenaga kerja  oleh sebuah perusahaan langsung ke  sekolah. Salah satu persyaratannya telah memiliki kartu kuning. Saat  mencari kartu kuning di dinasnya, ternyata STTB dari sekolah belum keluar. Padahal dalam aturannya, syarat mendapatkan kartu kuning harus melampirkan fotokopi STTB. Apabila ditolak, berarti anak tidak bisa direkrut oleh perusahaan. Kendala itu menurutnya telah diatasi dengan surat pertanggungjawaban kepala sekolah. Yang isinya kepala sekolah bertangungjawab, setelah STTB keluar akan disusulkan ke dinasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlanggan artikel Blogtegal via e-Mail