Jumat, 30 November 2012

Artikel


Demokrasi di Indonesia

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang paling laris di dunia. Walaupun  hampir dipakai di seluruh dunia, namun dalam kenyataannya demokrasi bukanlah sistem pemerintahan yang terbaik, walaupun bukan yang terburuk.
Di Indonesia sendiri, sistem pemerintahan ini telah dipakai sejak negara ini memproklamasikan kemerdekaannya. Terbukti dari mekanisme kepemimpinannya, Presiden bertanggung jawab kepada MPR, di mana MPR dipilih dari Rakyat. Secara hirarki, Rakyat adalah pemegang kepemimpinan Negara.

Dalam perjalanannya, demokrasi di Indonesia pernah dua kali mengalami masa suram. Era yang pertama terjadi saat Orde Lama, pada masa pemerintahan Soekarno. Pada masa ini Indonesia menjalankan sistem Demokrasi Terpimpin, dengan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Kesalahan fatal yang terjadi dalam sistem ini ---- selain Soekarno mengangkat diri menjadi presiden seumur hidup, adalah dibubarkannya  DPR dan digantikan oleh DPRGR. Padahal, dalam UUD,  secara eksplisit sudah ditentukan bahwa, presiden tidak berwenang membubarkan DPR. Pemberontakan G30S pun mengakhiri sistem Demokrasi Terpimpin, dan menjadi awal dimulainya Orde Baru dengan Demokrasi Pancasila.

Demokrasi Pancasila yang dipimpin oleh Soeharto berinti menegakkan kembali azas negara hukum untuk dapat dirasakan oleh segenap warga Negara,  hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun aspek perseorangan dijamin dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara institusional. Namun dalam perjalanannya, sistem demokrasi ini pun lambat laun tak sesuai dengan semangat yang dibawanya. Kekuatan politik yang sekiranya tak sesuai dengan kehendaknya disingkirkan. Kekuatan politik dijinakkan, sehingga menjadi kekuatan yang tidak lagi mempunyai komitmen sebagai kontrol sosial. Pers mati. 

Koran-koran yang mengkritik pemerintah, dibredel. Rakyat pun tak punya kebebasan berbicara. Siapa saja yang sekiranya mengganggu stabilitas nasional, disingkirkan.  Korupsi yang sudah sejak jaman kolonial subur di negeri ini, semakin tumbuh subur. Kolusi seperti banjir di musim penghujan, tak dapat dicegah. Nepotisme seakan mendapatkan tempatnya. Soeharto tempatkan dirinya menjadi Bapak, sedang Negara ia anggap sebagai Anak.

Pada masa itu, negeri ini dibawanya kembali ke masa kerajaan. Pemimpin adalah maha tahu, sedangkan rakyat hanya dan harus patuh pada pemimpin. Situasi tersebut meciptakan kembali kelas-kelas sosial yang telah mati-matian dihapus oleh para terpelajar saat jaman kolonial.
Akhirnya, setelah 32 tahun duduk di tampuk kekuasaan ---  tanpa lawan politik yang berarti, Soeharto lengser sebelum masa jabatannya terpenuhi. Dengan itu pula Orde Reformasi mencoba merekonstruksi sistem demokrasi Indonesia.

Pada masa Reformasi kebebasan pers dan kebebasan berbicara disuburkan kembali. Koran-koran bebas menkgkritik kebijakan pemerintah yang dianggapnya tak sesuai. Rakyat bebas bicara tentang pemerintahan, sekiranya itu tak sama dengan yang mereka inginkan. Keduanya berfungsi sebagai kontrol pemerintah, agar kekuasaan yang dijalankan tidak jauh menyeleweng.

Di mata dunia Indonesia telah dianggap Negara demokrasi. Terbukti telah diadakannya pemilu dari presiden sampai dengan kepala daerah.  Walaupun belum bisa dikatakan baik. Agaknya kita harus menunggu demokrasi akan membawa keadilan dan kemakmuran untuk rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Bayu Wira Handyan
Mahasiswa S-1 Ilmu Komunikasi, Universitas Diponegoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlanggan artikel Blogtegal via e-Mail