Penempatan tenaga kerja bagi siswa tamatan Sekolah Menengah
Kejuruan ternyata menemui kendala. Khususnya bagi lulusan berumur dibawah 18
tahun, yang ternyata sangat dilematis.
Disatu sisi pihak sekolah berharap
lulusannya bisa terserap ke dunia usaha atau dunia industri sebanyak mungkin.
Namun disisi lain bagi lulusan yang umurnya masih dibawah 18 tahun, bila
bekerja berarti melanggar UU 23/ 23 tentang perlindungan anak.
Dikemukakan Wahyono SPd, Ketua Forum BKK SMK Se Kabupaten
Purworejo bahwa pihaknya memiliki misi agar lulusan SMK bisa terserap ke dunia
usaha dan industri sekian prosen. Namun banyak anak yang lulus SMK namun
usianya masih di bawah 18 tahun. “Ini dilematis, karena apabila dilakukan
rekrutmen tenaga kerja oleh perusahaan melalui BKK, hal itu berarti BKK
melanggar UU pelindungan anak,”keluhnya.
Titik Mintarsih dalam paparannya mengatakan bahwa
memperkerjakan anak dibawah umur melanggar UU 23/2002 tentang Perlindungan
Anak, yang ancaman hukumannya sangat berat. Berdasarkan undang-undang tersebut
yang dimaksud anak, yaitu usia 0-18 dan anak masih dalam kandungan. Anak manjadi
tanggungan negara, dan merupakan aset negara. Ia mencontohkan memperkerjakan
pembantu rumah tangga yang masih di bawah umur pun, tidak dipebolehkan.
Difinisi mempekerjakan anak dengan anak yang bekerja,
menurutnya, berbeda.
Memperkerjakan anak, berarti anak disuruh bekerja.
Sedangkan anak yang bekerja, berarti atas kemauan sendiri untuk membantu
orang tuanya. Bila hal itu yang terjadi masih bisa ditoleransi, itupun orang
tua harus memantau kondisi si anak. Demikian juga jam kejanya maksimal 6 jam per
hari. Untuk memberikan perlindungan anak, lembaganya telah mengadakan
kesepakatan bersama (Memorandum of Understunding/MoU) dengan Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan dan Disnakertransos.
Ia memberikan solusi terkait permasalahan itu, yaitu lulusan
SMK yang usianya masih dibawah 18 tahun jangan dipekerjakan, melainkan
dilakukan trining atau magang. Itupun harus dilampiri surat ijin orang tua yang
dituangkan dalam kertas bermaterai.
Nara sumber lain Gentong Sumharjono mengemukakan bahwa
jumlah pencari kerja yang terdata didinasnya berdasarkan yang mencari kartu
kuning (AK-1) sejumlah 4.670 orang.
Dari jumlah tersebut didominasi lulusan
SMK. Berdasarkan usia, pencari kerja, dibawah 18 tahun sebanyak 5%. Penyaluran
tenaga kerja melalui tiga kriteria yaitu antar kerja lokal (AKL), antar kerja
antara daearh (AKAD), dan atar kerja antara negara (AKAN).
Dalam penempatan tenaga kerja, permasalahan yang muncul
antara lain, rendahnya kompetensi dan kualitas SDM.
Tingkat produktifitas
Indonesia menempati ranking 59 dari 61 negara. Banyak lulusan ternyata belum
siap terjun kedunia usaha dan industri. Banyak sekolah yang membuka
kompetensi yang sudah jenuh. Padahal ada beberapa perusahaan besar yang
bergerak dibidang otomotif, akan merekrut tenaga kerja dalam jumlah besar,
dengan syarat telah memiliki sertifikat pelatihan selama 240 jam. Hal itu
menjadi pemikiran kedepan, agar para lulusan SMK bisa terserap oleh perusahan
tersebut.
Permasalahan lain, saat ada rekrutmen tenaga kerja
oleh sebuah perusahaan langsung ke sekolah. Salah satu persyaratannya
telah memiliki kartu kuning. Saat mencari kartu kuning di dinasnya,
ternyata STTB dari sekolah belum keluar. Padahal dalam aturannya, syarat
mendapatkan kartu kuning harus melampirkan fotokopi STTB. Apabila ditolak,
berarti anak tidak bisa direkrut oleh perusahaan. Kendala itu menurutnya telah
diatasi dengan surat pertanggungjawaban kepala sekolah. Yang isinya kepala
sekolah bertangungjawab, setelah STTB keluar akan disusulkan ke dinasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar