Senin, 07 Januari 2013

Puluhan PKL Dapat Binaan Kasat Pol PP


Pada dasarnya Pedagang Kaki Lima (PKL) yang membuka usahanya diatas trotoar adalah melanggar hukum. Sebab, fungsi utama dari trotoar adalah untuk para pejalan kaki. Namun demikian, keberadaan para PKL selaku pelaku ekonomi kelas bawah yang cukup tangguh juga tidak bisa dipandang sebelah mata.

Oleh karena itu, meski digunakan untuk berdagang namun selama fungsi utama trotoar tidak dihilangkan Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP ) masih bisa memberi tolreransi terhadap pelanggaran kecil tersebut. Namun demikian jika PKL tidak mengindahkan peraturan dan mau menang sendiri maka Sat Pol PP tidak akan segan-segan menertibkan maupun menindak sesuai hukum yang berlaku.

Hal itu dikatakan oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat Pol PP) Kabupaten Purworejo Tri Joko dalam program pembinaan PKL di Aula kantor setempat Jumat (4/1). Menurut Tri Joko, jika selama ini di Kabupaten Purworejo banyak PKL yang berjualan diatas Trotoar bukan berrarti lantas pihaknya memberi ijin, namun hanya memberi sedikit kelonggaran selama para pedagang sanggup ditata dan mengindahkan perturan yang berlaku. “Tapi kalau para PKL sudah diberi kelonggaran malah seenanknya sendiri akan kami tertibkan. Jika perlu akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku,” kata Tri Joko.

Lebih lanjut dikatakan, kelonggaran tersebut diantaranya bagi PKL yang menggunakan trotar maka wajib menyisakan setengah sampai satu meter ruang bagi para pejalan kaki. Setelah selesai berjualan para PKL juga wajib membersihkan tempatnya dan menyingkirkan peralatan yang digunakan seperti gerobag, meja, kursi dan layar maupun embel-embel lainya. “Tapi yang sering terjadi PKL meninggalkan begitu saja peralatannya sehingga trotoar terlihat kumuh,” kata Tri Joko.

Tri Joko mengatakan, dalam menata, menertibkan maupun membina para PKL pihaknya tidak akan main-main. Hal itu lantaran penertibandan pembinaan  PKL adalah satu tugas Sat Pol PP. Namun demikian dalam penertiban pihaknya lebih memilih dengan cara pendekatan ketimbang cara lain yang mungkin bisa menimbulkan permasalahan baru. “Kami bisa saja main gusur  dan melarang PKL berjualan, tapi kami lebih suka dengan cara pembinaan terlebih dulu,” papar Tri Joko.

Dijelaskan, salah satu bukti pembinaan adalah rencana memberi fasilitas para PKL di Jalan Kemuning dan Pramuka. Di dua tempat tersebut rencananya para PKL nantinya akan diberi lapak maupun selter semi permanen. Adapun dana untuk merealisasikan rencana tersebut dengan cara swadaya dari PKL. “Terhadap rencana tersebut respon PKL sangat positif dan sanggup berswadaya,” ungkap Tri Joko.

Selain dari para PKL, sejumlah pihak dan instansi terkait juga mendukung rencana tersebut. Bahkan Kementerian Koperasi melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Purworejo sudah memberi bantuan sebesar Rp 375 juta. Namun demikian, kata Tri Joko, pihaknya tidak tahu pasti kenapa setelah rencana tersebut siap diwujudkan tiba-tiba saja ditentang oleh pihak sejumlah pihak dengan alasan yang tidak jelas. Lantaran banyak ditentang oleh berbagai pihak maka program Jalan Kemuning dan Pramuka akhirnya urung direalisasikan.

Masih menurut Tri Joko, meski program tersebut gagal namun pihaknya merasa heran karena hingga kini  bantuang anggaran sebesar Rp 375 juta yang mengatasnamakan koperasi untuk PKL juga tidak jelas. Bantuan tersebut, lanjutnya, tujuanya adalah untuk pembinaan PKL, mestinya kalau program Kemuning dan Pramuka gagal bisa dialihkan ke program lainya yang berkaitan dengan PKL. “Ini sangat mengecewakan kami. Sudah programnya gagal, bantuanya juga tidak jelas penggunaanya,” Ungkap Tri Joko yang berharap agar kasus tersebut diselidiki oleh BPK dan KPK.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlanggan artikel Blogtegal via e-Mail