Enam hektar lahan kering di Kabupaten Purworejo dijadikan
lokasi pilot project pengembangan budidaya singkonga (ketela pohon) unggul
“Super Manggu”. Kelompok tani (klomtan) setempat mendapat bantuan dari Dewan
Pengurus Pusat (DPP) Paguyuban Keluarga Besar Purworejo (Pakuwojo) wilayah
Jabodetabek. Tanam perdana dilakukan akhir pekan lalu, oleh Wakil Bupati
Purworejo Suhar di Desa Mlaran Kecamatan Gebang.
Klomtan yang mendapat bantuan adalah Klomtan Semangat
Makmur Desa Malaran dan Maju Makmur Desa Ngaglik Kecamatan Gebang, Singkong
Makmur Desa Somorejo/ Bagelen, Margo Mulyo Kelurahan Cangkrep Lor/ Purworejo,
Marsudi Desa Cempedak/ Bruno, serta Maju Terus Desa Girimulyo/Kemiri.
Masing-masing klomtan luasnya satu hektar dengan
bantuan bantuan senilai Rp 17-19 juta. Bentuknya berupa bibit,
obat-obatan, pupuk kandang, sewa lahan Rp 4 juta, dan bantuan sarana produksi
lainnya. Penyerahan bantuan secara simbolis oleh Sekjen DPP Pakuwojo, Bambang
Suwiryo, kepada ketua klomtan masing-masing.
Pada kesempatan tersebut Bambang Suwiryo,
mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk program kerja
organisasi 2011-2016, yaitu “berhimpun dan berbuat”. Pihaknya melakukan
analisis dan kajian, terutama untuk daerah yang jauh dari aliran irigasi. Kemudian
diputuskan untuk melakukan intensifikasi pertanian, melalui budidaya singkong
unggul. “Hal itu sejalan dengan slogan Gubernur Jawa Tengah, Bibit
Waluyo, yakni bali desa bangun desa,” ungkapnya.
Pemilihan tersebut dengan bebagai pertimbangan, antara lain
pasar singkong sangat terbuka dan potensi wilayah yang dimiliki Purworejo
sangat luas. Singkong “Super manggu” didatangkan dari wilayah Jawa Barat,
yang dinilai mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya produksinya sangat
tinggi.
Bila singkong lokal produksi antara 6-8 ton/ hektar, Super
Manggu bisa mencapai 40 ton basah per hektar. Kadar Aci lebih tinggi, yaitu
sekitar 30%. Usia lebih pendek, 10-12 bulan. Untuk usia 10 bulan, diperuntukan
bahan konsumsi, seperti makanan olahan. Sedangkan usia 12 bulan, sebagai
pasokan pabrik pengolahan pati.
“Petani sebagai plasma akan mendapat sharing profit sebesar
20%. Besaran itu, saya optimis tidak akan merugikan petani, kendati harga
ketela jatuh sekalipun. Kondisi itu akan tertutup dengan tingkat produksi yang
sangat tinggi, bila dibandingkan ketela lokal. Intensifikasi ini kedepan
arealnya akan diperluas. Untuk tahun 2013, direncanakan mencapai 50 hektar”
katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar