Pada dasarnya Pedagang Kaki Lima
(PKL) yang membuka usahanya diatas trotoar adalah melanggar hukum. Sebab,
fungsi utama dari trotoar adalah untuk para pejalan kaki. Namun demikian,
keberadaan para PKL selaku pelaku ekonomi kelas bawah yang cukup tangguh juga
tidak bisa dipandang sebelah mata.
Oleh karena itu, meski digunakan
untuk berdagang namun selama fungsi utama trotoar tidak dihilangkan Satuan
Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP ) masih bisa memberi tolreransi terhadap
pelanggaran kecil tersebut. Namun demikian jika PKL tidak mengindahkan
peraturan dan mau menang sendiri maka Sat Pol PP tidak akan segan-segan
menertibkan maupun menindak sesuai hukum yang berlaku.
Hal itu dikatakan oleh Kepala
Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat Pol PP) Kabupaten Purworejo Tri Joko dalam
program pembinaan PKL di Aula kantor setempat Jumat (4/1). Menurut Tri Joko,
jika selama ini di Kabupaten Purworejo banyak PKL yang berjualan diatas Trotoar
bukan berrarti lantas pihaknya memberi ijin, namun hanya memberi sedikit
kelonggaran selama para pedagang sanggup ditata dan mengindahkan perturan yang
berlaku. “Tapi kalau para PKL sudah diberi kelonggaran malah seenanknya sendiri
akan kami tertibkan. Jika perlu akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku,”
kata Tri Joko.
Lebih lanjut dikatakan,
kelonggaran tersebut diantaranya bagi PKL yang menggunakan trotar maka wajib menyisakan
setengah sampai satu meter ruang bagi para pejalan kaki. Setelah selesai berjualan
para PKL juga wajib membersihkan tempatnya dan menyingkirkan peralatan yang
digunakan seperti gerobag, meja, kursi dan layar maupun embel-embel lainya. “Tapi
yang sering terjadi PKL meninggalkan begitu saja peralatannya sehingga trotoar
terlihat kumuh,” kata Tri Joko.
Tri Joko mengatakan, dalam
menata, menertibkan maupun membina para PKL pihaknya tidak akan main-main. Hal
itu lantaran penertibandan pembinaan PKL
adalah satu tugas Sat Pol PP. Namun demikian dalam penertiban pihaknya lebih
memilih dengan cara pendekatan ketimbang cara lain yang mungkin bisa
menimbulkan permasalahan baru. “Kami bisa saja main gusur dan melarang PKL berjualan, tapi kami lebih
suka dengan cara pembinaan terlebih dulu,” papar Tri Joko.
Dijelaskan, salah satu bukti
pembinaan adalah rencana memberi fasilitas para PKL di Jalan Kemuning dan
Pramuka. Di dua tempat tersebut rencananya para PKL nantinya akan diberi lapak
maupun selter semi permanen. Adapun dana untuk merealisasikan rencana tersebut
dengan cara swadaya dari PKL. “Terhadap rencana tersebut respon PKL sangat
positif dan sanggup berswadaya,” ungkap Tri Joko.
Selain dari para PKL, sejumlah
pihak dan instansi terkait juga mendukung rencana tersebut. Bahkan Kementerian
Koperasi melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop)
Kabupaten Purworejo sudah memberi bantuan sebesar Rp 375 juta. Namun demikian,
kata Tri Joko, pihaknya tidak tahu pasti kenapa setelah rencana tersebut siap
diwujudkan tiba-tiba saja ditentang oleh pihak sejumlah pihak dengan alasan
yang tidak jelas. Lantaran banyak ditentang oleh berbagai pihak maka program
Jalan Kemuning dan Pramuka akhirnya urung direalisasikan.
Masih menurut Tri Joko, meski
program tersebut gagal namun pihaknya merasa heran karena hingga kini bantuang anggaran sebesar Rp 375 juta yang
mengatasnamakan koperasi untuk PKL juga tidak jelas. Bantuan tersebut,
lanjutnya, tujuanya adalah untuk pembinaan PKL, mestinya kalau program Kemuning
dan Pramuka gagal bisa dialihkan ke program lainya yang berkaitan dengan PKL. “Ini
sangat mengecewakan kami. Sudah programnya gagal, bantuanya juga tidak jelas
penggunaanya,” Ungkap Tri Joko yang berharap agar kasus tersebut diselidiki
oleh BPK dan KPK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar